Duh, Makasih...


Hujan turun dengan tidak konsisten sejak pagi. Sebentar deras, sebentar reda, sebentar rintik-rintik. Cuacanya sangat mendukung untuk tidak ngapa-ngapain seharian. Alhamdulillah, jadwal pelajaran di kelas saya hari ini adalah olahraga. Saya jadi bisa duduk mager di kantor sambil nonton Show 4 SUCI 11 yang semalem sempat terlewat karena tidur gasik.

Bosan menonton sambil dudukan, saya pindah ke ruang tamu untuk dudukan lagi, kali ini dengan sofa yang sedikit empuk, saya melepas sepatu dan bersandar lalu melanjutkan menonton SUCI 11 yang sudah sampai pertengahan acara.

Tiba-tiba ada beberapa siswa kelas enam, nongol di pintu, dengan tumbennya mereka bilang, "Pak, nanti masuk kelas, ya, Pak."

"Iya, Pak, masuk kelas sih, Pak."

Dengan santai saya menjawab, "Ngapain? Kan lagi jam pelajaran olahraga."

"Udah pokoknya nanti Pak Edo masuk kelas!"

"Iya, pokoknya Pak Edo masuk kelas!"

Anak-anak lainnya seolah tidak punya referensi cara mengajak gurunya masuk kelas dengan cara tidak mengulang kalimat anak yang pertama yang ngomong.

Sebenarnya hari Sabtu ini jadwal mengajar saya bisa dibilang kosong. Saya free sampai mereka pulang sekolah. Lalu, tumben banget mereka ngajakin saya masuk kelas, yang sebenarnya saya sudah tahu kalau mereka sedang merencanakan sesuatu.

Ya, anak SD memang selalu mudah ditebak setiap kali mau ngasih surprise ke gurunya. Dan gurunya, selalu tahu bagaimana caranya bersikap pura-pura terkejut ketika dikasih surprise sama siswanya.

Karena masih asyik nonton SHOW SUCI 11 di Youtube Kompas TV, saya pun menjanjikan setelah istirahat nanti saya masuk ke kelas. Saya yakin, guru olahraga pasti senang mendengar hal ini karena itu artinya beliau bisa nyantai sesaat di kantor.

🎉🎉🎉

Lima menit setelah bel masuk berbunyi, saya berjalan masuk ke kelas. Dari kejauhan, beberapa anak kelas enam cewek udah pada bisik-bisik seolah mereka harus segera melakukan persiapan untuk menyambut kehadiran saya di kelas.

Saya udah siap disambut surprise sama mereka begitu masuk kelas. Tapi ternyata... nggak ada apa-apa. Duh, jangan-jangan ini saya yang kege-er-an. Tapi kayaknya enggak deh, tingkah laku mereka dari kemarin sampai pagi tadi udah kelihatan kalau mereka sedang merencanakan sesuatu. Oke, saya pun duduk di kursi guru menunggu mereka menjalankan rencananya.

Saya mulai dikerubungi anak-anak di meja, mereka mulai rame bercerita tentang masalah hidupnya yang nggak berat-berat amat, yang kalau didengerin dengan seksama, beban hidup mereka hanya sebatas konflik dengan teman-teman sekelasnya, yang bisa dibilang nggak konflik-konflik amat juga.

Beberapa saat kemudian, momen itu datang juga. Beberapa anak cewek masuk ke kelas sambil bawa kue tar yang udah dihiasi sama lilin tanpa angka sambil nyanyi selamat ulang tahun. Anak-anak lain yang dari tadi ngerubungin meja, bertepuk tangan ikut nyanyi selamat ulang tahun.

Ya.. saya tahu mereka mau ngasih surprise. Tapi ternyata nggak nyangka juga bakal niat banget pakai kue tart cantik dengan beberapa lilin di atasnya. Anak-anak lainnya ngasih buket yang berisi coklat, permen, kopi yang hmm... manis semua. Sebagai kaum bapak-bapak yang mulai ngurangin manis, ini godaan banget. 

Lalu, Wati, siswa yang dari tadi di depan saya nyeletuk, "Pak, ini coklatnya sama permen buat Vio loh, Pak. Pak Edo kopinya aja." 

Fyi, Vio anak saya yang masih lima tahunan. Cukup bikin meleleh ketika mereka masih ingat buat ngasih sesuatu ke Vio.




Sebenernya untuk hal-hal yang hangat seperti ini, saya lebih banyak ngerasa nggak enak sendiri karena ngebayangin mereka mesti iuran buat mempersiapkan semua ini. Karena itu, setelah tiup lilin bareng di kelas. Saya menawarkan kalau kue tart ini buat dibagi aja satu kelas.

Baru saja nawarin buat dipotong-potong kuenya, Chilla, langsung nyeletuk, "Nggak boleh! Buat Pak Edo aja kuenya!"

"Lah, Pak Edo nggak bakal habis kalau segini banyaknya, udah dibagi aja, ya." Saya kembali nawarin ke anak-anak.

"Nggak! Pokoknya buat Pak Edo! Kalau Pak Edo nggak habis, buat guru-guru aja!" Chilla masih menolak.

Setelah dijelasin alasannya yang cukup bikin senyum-senyum sendiri, mau nggak mau saya harus nerima kalau kue ini sebaiknya nggak dibagi-bagi, ya.. mungkin nanti gantian saya yang nraktir anak-anak.

Pada hari yang hujannya nggak konsisten ini, anak-anak kelas enam ini berhasil bikin saya terharu juga. Meskipun saya tetap berusaha santai nggak sampai netesin air mata juga. 

Posting Komentar

0 Komentar