Siang tadi saya masih duduk di depan rumah adik bapaknya ayah mertua. Di dalam rumah, sepertinya mereka sedang ngobrol seru, tapi topiknya nggak nyambung sama saya. Jadi, saya lebih memilih duduk di teras depan sambil iseng scroll-scroll HP. Nggak tahu juga sebenarnya mau lihat apa, yang penting tangan bergerak aja.
Awalnya, saya pindah-pindah dari satu aplikasi ke aplikasi lain. Dari X ke Instagram, terus lompat ke Facebook. Bosan, saya buka Shopee, lanjut ke Tokopedia. Tapi nggak ada satu pun yang bikin saya betah. Kalau ada kompetisi tingkat gabut, mungkin saya udah masuk semifinal.
Setelah beberapa kali buka tutup Facebook, akhirnya saya nemu video yang berhasil bikin saya berhenti scrolling. Video itu adalah cuplikan film yang memperlihatkan seorang anak laki-laki yang ingin jadi biksu. Maka si anak ini mendatangi sebuah kuil dan menyampaikan keingiannya pada biksu yang ada disitu. Namun, sebelum ‘resmi’ jadi biksu. Ada semacam ritual di mana kepala anak ini diberi tanda pakai dupa atau rokok (entahlah apa itu), tapi anehnya, kepalanya nggak mempan. Kepala biara lalu bilang, si anak ini pasti bakal jadi orang besar. Tapi yang bikin saya makin penasaran, si anak malah disuruh pergi dari biara.
Belum selesai saya mencoba memahami maksud adegan itu, video tiba-tiba lanjut sendiri ke berikutnya. Kali ini muncul seorang kaisar yang mau menyamar jadi rakyat biasa. Katanya, dia pengen jemput permaisurinya di desa tanpa ketahuan siapa dirinya sebenarnya. Kaisar itu pergi sama utusan khusus dan beberapa prajurit, meninggalkan atribut kerajaan biar nggak mencolok.
Baru mulai menikmati ceritanya, eh, videonya ganti lagi! Facebook memang kadang suka nggak pengertian. Cuplikan-cuplikan pendek itu bikin saya penasaran. Tumben banget, padahal biasanya kalau lihat iklan video kayak gini, saya langsung skip. Tapi entah kenapa kali ini saya justru kepo.
Akhirnya, saya scroll ke kolom komentar buat cari tahu judul filmnya. Setelah baca-baca, saya baru sadar kalau video tadi adalah iklan dari aplikasi bernama DramaBox. Katanya, film yang saya lihat berjudul Kaisar Pulang ke Desa. Karena rasa penasaran saya udah nggak tertahankan, saya langsung download aplikasi itu.
Ternyata, film ini adalah serial drama Tiongkok dengan 63 episode. Awalnya, saya agak kaget lihat jumlah episodenya. Tapi begitu tahu tiap episode cuma berdurasi 1-2 menit, saya jadi lega. Format layarnya juga unik, vertikal seperti Reels di IG atau video TikTok.
Keasyikan nonton saya sempat terhenti karena mertua udah pamitan pulang ke adik bapaknya ayah mertua, saya pun bergegas otw ke rumah bareng istri sama bocil juga. Sesampainya di rumah, nggak sabar saya langsung melanjutkan nonton cerita yang bikin geregetan ini.
Ceritanya berkisah tentang Alingga, seorang pria yang dulunya berjanji pada tunangannya, Rinjani, bahwa suatu hari dia akan kembali ke desa untuk menjadikannya permaisuri setelah menjadi kaisar. Bertahun-tahun kemudian, setelah naik takhta, Alingga menyamar jadi rakyat biasa dan kembali ke desanya untuk menepati janji itu.
Namun, cerita nggak seindah yang dibayangkan. Setibanya di desa, Alingga mendapati bahwa Rinjani sudah bertunangan dengan Shaka, putra Bupati. Bahkan sebelum sampai ke desa, Alingga yang menyamar menyaksikan ketidakadilan di depan matanya. Penduduk harus membayar upeti kepada penjaga gerbang untuk masuk ke kota. Kalau nggak bisa bayar, mereka akan dipukuli. Alingga juga jadi korban. Dia dipukul habis-habisan dan bahkan dipenjara.
Di penjara, Alingga bertemu seorang tahanan yang akhirnya membantunya kabur. Tapi masalah nggak berhenti di situ. Konflik demi konflik terus muncul. Mulai dari Shaka yang bertindak seenaknya, sampai penghancuran Kuil Pahlawan oleh para penjaga Bupati. Saat mencoba melawan penghancuran itu, Alingga bertemu dengan Arista, adik Rinjani, yang ternyata menyambutnya dengan senang hati.
Hal yang bikin saya gemas (tapi tetap nggak berhenti nonton) adalah dialognya yang penuh adu mulut. Hampir semua karakter sibuk berdebat, mulai dari Bupati, Gubernur, Shaka, hingga Panglima Perang. Bahkan ketika Alingga yang menyamar membawa tanda otoritas kaisar, mereka tetap nggak percaya. Herannya lagi, nggak ada satu pun dari mereka yang tahu wajah kaisar.
Situasi makin absurd ketika Perdana Menteri datang membawa bukti otentik, tapi mereka tetap ngeyel. Rasanya pengen teriak, “Ini kaisar beneran, woy!” Tapi ya sudahlah, namanya juga drama. Lebih anehnya lagi, udah jelas-jelas bentukannya orang Tiongkok, tapi namanya jadi diganti lebih ke-Indonesia-Indonesia-an. Seperti Rinjani, Arista, Paman Zidan dan sejumlah nama yang nggak pas lainnya.
Meskipun jalan ceritanya banyak yang nggak masuk akal, saya tetap berusaha bertahan nonton serial ini sampai akhir cuma demi menuntaskan rasa penasaran gimana akhirnya mereka semua tahu kalau yang dihadapi ini adalah kaisar beneran.
Btw, konsep dari video yang pendek-pendek bikin saya nggak merasa kalau film ini tuh nggak selesai-selesai. Selain itu, format layarnya yang seperti video shorts juga memberikan pengalaman menonton yang unik.
Setelah berhasil menyelesaikan seluruh episodenya, saya langsung un-install DramaBox. Bukan karena nggak suka, tapi lebih ke antisipasi supaya saya nggak terjebak nonton drama-drama lainnya. Biar bagaimana pun, saya masih punya daftar tontonan di Netflix dan buku-buku yang menunggu untuk diselesaikan.
Tapi ya, pengalaman nggak sengaja nonton Kaisar Pulang ke Desa ini benar-benar memberikan warna baru dalam hari saya yang tadinya cuma diisi dengan scroll-scroll nggak jelas. Siapa sangka, dari tingkat gabut maksimal, saya justru menemukan hiburan yang sangat tidak terduga, nonton drama Tiongkok sampai selesai.
1 Komentar
Dramanya di-dubbing atau pakai subtitle mas Edot? Nama Mandarin diganti jadi nama Indonesia...kok nggak asing ya🤔😆 Pengalamannya seru mas Edot, aku baru tau lho ada drama yang format videonya vertikal dan durasi per episodenya hanya 1-2 menit. Aku pikir tadi dramanya akan ke arah Boboho, langsung waspada dengan prank dari cerita mas Edot🤣🤣🤣 Maapkan😆
BalasHapus