Jujur saja, saya sangat menantikan Raditya Dika menerbitkan lagi buku yang nyeritain tentang pengalaman pribadinya, yang kata sebagian orang di Goodreads, semakin kesini bukunya semakin nggak lucu. Padahal menurut saya, sebagai orang yang tumbuh bersama Raditya Dika. Dari buku pertama sampai terakhir, Radit juga pasti berkembang dalam menulis. Tidak selalu slenge-an seperti buku-buku awalnya. Jadi wajar kalau memang bukunya nggak akan selucu di empat buku pertamanya. Seperti yang Radit bilang sendiri, dimulai dari buku Marmut Merah Jambu, Radit mulai menulis buku dengan gaya komedi pakai hati.
Ketika tahu Radit bakal ngeluarin buku terbaru berjudul Timun Jelita, buat saya rasanya justru aneh. Di satu sisi seneng karena akhirnya bisa membaca lagi tulisan Raditya Dika, di sisi lain rasanya biasa saja karena buku ini bukanlah buku personal literatur seperti buku-buku Radit sebelumnya.
Meskipun biasa saja, nyatanya saya tetap ikutan pre order buku ini meskipun nggak terlalu excited buat segera membaca bukunya ketika sudah sampai di rumah. Butuh waktu beberapa hari, buat saya bisa menyelesaikan buku ini sampai halaman terakhir.
Kurang lebih begini blurb-nya:
"Dalam novel ""Timun Jelita"" kita akan mengikuti cerita Timun, seorang akuntan freelance yang ingin bermusik setelah ayahnya wafat dan meninggalkan sebuah gitar tua. Timun kesulitan mendapatkan teman band karena usianya sudah tidak muda lagi. Untung ada Jelita. Sepupunya ini adalah mahasiswi yang pernah dikecewakan oleh teman-teman bandnya yang lama. Mereka pun sepakat membuat duo musik. Dalam 8 bab novel ini kita akan mengikuti cerita tentang suka duka bermusik di zaman sekarang, tentang jujur dalam berkarya, dan tentang umur bukanlah halangan untuk membangkitkan kembali passion yang lama terkubur."
🐾🐾
Saya rasa semua pembaca buku ini pasti sepakat, ketika mereka mengikuti karakter Timun, meskipun digambarkan sebagai sosok yang 'chubby'. Tetap saja, mereka berpikir Timun ini adalah Raditya Dika dan Putri adalah Anisa.
Saya sempat membayangkan jika novel ini ditulis oleh remaja wattpad, mungkin latar belakang Timun digambarkan jadi seorang CEO perusahaan terbesar di dunia, menguasai seluruh bahasa di dunia--termasuk bahasa sansekerta, tapi mengidap penyakit kanker lidah, kanker mulut, kanker otak hingga kanker rahim.
Dengan sisa usianya yang sudah tidak lama lagi, sekitar 15 menit. Timun ingin membentuk band, seperti keinginannya di masa sekolah dulu sebelum dirinya menjadi CEO perusahaan terbesar dunia. Endingnya, band Timun Jelita lagunya meledak di pasaran, sampai ditayangkan di billboard times square New York selama 24 jam penuh. Sebagai pamungkas, Timun Jelita berhasil menggelar konser di stadion Old Trafford yang dipenuhi oleh fansnya dari berbagai penjuru dunia, bahkan Pak Tarno juga ikut hadir.
Lalu, di tengah-tengah konsernya yang bergemuruh, setelah menyanyikan lagu terakhir sambil dielu-elukan seluruh penonton yang memadati stadion. Timun terduduk, lalu terbaring lemas. Dan meninggal dengan memeluk gitar kesayangannya di tengah-tengah riuh penonton.
Ya, meskipun sisa hidupnya tinggal 15 menit. Tapi Timun bisa mewujudkan semua itu berkat musik yang membuatnya menjadi kuat. Semua sah-sah saja karena memang cerita-cerita di wattpad banyak yang nggak bisa diterima sama nalar manusia dari planet bumi.
Tapi, ini Raditya Dika, yang sudah mulai menua dan mulai menyadari hidup harus realistis. Oleh karena itu, dalam buku Timun Jelita ini 'goals' yang ingin dicapai oleh Timun di awal 'hanyalah' lagu-lagunya di masa lalu, bisa dinyanyikan di hadapan 100 penonton. Sementara Jelita, ingin membuktikan pada band lamanya, yang telah mencampakannya, bahwa dia juga bisa bermusik dengan bahagia dan menemukan band yang mau 'menerima' dirinya.
Agar cerita terasa lebih segar. Maka dimunculkanlah sosok Robert, manajer Timun Jelita, yang karakternya mudah gagal dalam urusan mencari pasangan, yang dengan usaha-usaha konyolnya, nggak pernah berhasil dapetin cewek.
Buku ini memang nggak benar-benar bisa membuat kita tertawa lepas. Karena mungkin memang ini bukan buku komedi. Tapi, ada beberapa bagian yang memang menurut saya lucu. Untuk orang yang memang sudah terbiasa mengikuti Raditya Dika, pasti akan sangat memahami jokes-jokes khas Raditya Dika.
Menurut saya, ada satu bagian cerita yang saya kira ini akan ada hubungannya dengan perjalanan Timun Jelita menuju ketenaran, ternyata berlalu begitu saja. Itu terjadi waktu Anwar, salah satu klien Timun yang seorang influencer tukang ngeprank (dalam kehidupan nyata, saya curiga Anwar ini adalah Baim Wong) nawarin buat nginep di villa. Timun setuju dan ngajakin Putri, Jelita serta Robert buat nginep di villa yang mewah banget dan rencananya mau ngerjain Robert yang mau ulang tahun, namun justru berakhir dengan ketakutan berjamaah. Ternyata, itu hanya sekedar bab yang lewat begitu saja.
Pada akhirnya, 'goals' dari Timun Jelita ini tercapai dengan sedikit terburu-buru di halaman akhir. Bahkan saya masih bingung, kenapa tiba-tiba Marco dan Kevin datang ke rumah Jelita, cuma buat klarifikasi dan minta maaf terus pergi.
Btw, kalau kalian pengen tahu siapa Marco dan Kevin, mereka ngomongin apaan, jawabannya bisa kalian baca sendiri di bukunya, ya. Ini biar nggak spoiler aja ceritanya.
🐾🐾
Dari beberapa postingannya di IG, Raditya Dika terlihat sangat excited sekali dengan buku terbarunya ini karena memang lagu ini terbit beserta dengan lagu asli Timun Jelita yang bisa kita dengerin juga. Mungkin seperti tema dalam buku ini, bahwa Radit menulis karena memang menemukan keresahannya yang selama ini dirasakan. Kembali bermain musik, setelah sekian lama 'lupa'. Radit jadi pengen nyanyiin lagu-lagu ciptaannya, dan mikir, 'kenapa nggak sekalian dijadiin cerita aja ke sebuah buku?'
Btw, setelah 'keramaian' Timun Jelita ini mulai mereda. Saya masih berharap, Raditya Dika masih kepikiran untuk kembali menulis buku personal literatur dengan judul binatangnya. Meskipun media bercerita bisa lewat mana saja, yang belakangan ini Radit lebih suka melakukannya di Youtube, Instagram, juga lewat tur stand up comedy. Tapi, semoga... Raditya Dika juga masih ingin bercerita lewat tulisan seperti Raditya Dika yang dulu.
0 Komentar