Entah sekarang udah hari keberapa saya memberi tugas ke
anak-anak lewat pembelajaran online. Pembelajaran yang sebenernya cuma ngasih
tugas lewat grup whatsapp, yang didalamnya berisi orangtua siswa, lalu kalau udah
selesai tugasnya difoto dikirim ke saya.
Saya beneran nggak ingat dan nggak mau repot-repot bolak-balik ngecek kalender cuma buat sekedar tahu, ‘Oh ini udah dua minggu, tiga minggu, empat minggu belajar di rumah
atau berapalah.’
Ingatan saya terus bertumbuk sama informasi yang kebanyakan
sama, setiap hari informasi tentang Covid-19 berdatangan dan terus menimpa
informasi lainnya.
Kalau kemarin baru saja ngomongin cara bikin disinfektan
sendiri, besoknya muncul berita baru kalau disinfektan ini sebenernya nggak
efektif. Baru kemarin muncul berita orang sehat nggak usah pakai masker,
sekarang semua harus pakai masker. Simpang siur informasi yang nggak jelas
benar-benar mencederai otak saya dalam mencerna hari-hari yang sudah saya
lewatin beberapa hari belakangan ini.
Gimana enggak bingung? Berita tiap hari ngomongin covid-19
mulu, sementara kehidupan saya di rumah begitu-begitu terus. Bangun tidur,
ngasih tugas, gendong anak, kasih anak ke istri, liat-liat tumpukan buku di rak, ambil,
baca, tiduran, main HP, balesin chat orangtua siswa yang habis ngirim tugas. Begitu
terus tiap hari. Pantes aja saya jadi susah membedakan hari yang sudah pernah saya
lewatin, soalnya sama semua aktivitasnya. Jadi berasa Deja Vu versi kearifan
lokal.
Ngomongin pembelajaran online, awalnya saya begitu semangat
menjalani ini. Saya buka buku paket, saya baca materinya. Saya siapin bahan
belajarnya, saya kembangkan soalnya, saya catat setiap tugas anak yang masuk.
Semuanya berjalan begitu indah, saya berasa banget jadi guru yang profesional,
bahkan saya berpikir kalau saya sepertinya perlu bikin video buat menunjang
belajar anak.
Sayangnya, itu cuma rencana. Ternyata konsep pembelajaran
online itu, sumpaaaahhh.... lebih
capek dari jadi guru biasa ngajar sehari-hari. Kalau hari-hari biasa saya
tinggal berangkat masuk kelas, buka buku terus ngajar dan selesai.
Kalau pembelajaran online ini enggak. Saya buka buku, mikir
bikin tugas, terus menerima chat dari sekitar 30 orangtua siswa yang ngirim
tugas anaknya, merekap tugas anak-anak, ngoreksi tugasnya satu per satu dan harus
cepet-cepet dikelarin! Soalnya besok udah nunggu tugas baru dan harus ngoreksi
lagi.
Ngoreksi biasa aja udah cukup makan waktu banget, apalagi ini
mesti ngoreksi pakai HP. Ditambah kadang foto dari orangtua kurang jelas, saya
harus menajamkan mata lebih bertenaga dari biasanya.
Lalu, satu hal sepele yang akhirnya muncul sebagai
permasalahan ada kuota. Saya sebenernya bukan orang yang rentan akan kekurangan
kuota, Kadang saya beli telkomsel bulanan yang sekedar empat giga cuma buat
cadangan, paling utama saya juga masih beli paketan smartfren yang unlimited. Cuma, emang smartfren ini
agak-agak ngeselin, gayanya aja unlimited
tapi kenyataannya sinyalnya parah banget. Akhirnya jadi sering nggak kepake
daripada menikmati internetan unlimited.
Makanya buat jaga-jaga saya juga isi kuota telkomsel dan habis lebih cepet.
Ngomongin masalah kuota, karena suasana di rumah sering
mendukung untuk rebahan. Pemakaian internet saya jadi lebih boros. Saya jadi
lebih sering buka Youtube, keliling sosmed, buka Youtube lagi, keliling sosmed
lagi begitu terus sampai ketiduran.
Habis itu ditambah tugas dari anak-anak yang kadang formatnya
video, kalau satu video katakanlah besarnya sekitar 20 Mb dikalikan sekitar 30
anak. Sekali tugas saja sudah makan kuota sekitar 600 Mb, kalikan lagi jumlah
hari yang penugasannya pakai video. Mantap sekali.
Belakangan ini saya juga sadar, anak-anak sepertinya sudah
mulai bosan menghadapi tugas online yang agak-agak unfaedah. Jangankan anaknya,
gurunya juga sudah mulai jenuh banget harus bikin tugas, menerima tugas,
mengoreksi dan besoknya terulang lagi.
Masalah pemberian tugas... Ya, saya juga sebenernya serba
salah. Mau maksain ngejar materi sampai selesai, tapi saya nanti merasa berdosa
karena nggak bisa menjelaskan langsung materi-materi yang sebenarnya. Mau saya
hadirkan video penunjang yang ada di Youtube, saya ngerasanya nggak bakalan
efektif, dan tentu saja tetap harus didampingi wali kelas buat penguatan
materinya.
Terus mau saya kasih tugas buat sekedar mengisi waktu
anak-anak tapi saya khawatir kalau anak-anak nanti jadi ketinggalan materi.
Apalagi di kota saya sudah muncul surat edaran dari pengawas pendidikan yang
menjelaskan kalau nanti nggak ada ujian kenaikan kelas. Pembuatan rapot
kenaikan kelas diambil dari nilai yang sudah diambil sampai sebelum wabah
covid-19 membuat sekolah diliburkan.
Nah, kan... akhirnya pembuatan raport pun jadi semacam
formalitas belaka. Yang penting dibikin seadanya dan anak-anak naik kelas.
Adanya peraturan ini sebenernya saya nggak nyalahin pengawas pendidikan juga
sih. Jangankan rapot anak yang dibikin dengan nilai yang nggak selesai. Liga
sepakbola di seluruh dunia aja terpaksa dihentikan dan memunculkan perdebatan
tentang bagaimana kelanjutannya, siapa juaranya, siapa yang degradasi dan
lain-lain.
Wabah Covid-19 ini benar-benar berhasil melumpuhkan segala
hal.
Tentang pembelajaran online ini, saya mikirnya tugas yang saya
kasih ini sebenernya tujuannya buat apa sih? Tambahan nilai? Enggak, soalnya udah jelas guru hanya boleh mengolah nilai sampai sebelum sekolah diliburkan.
Biar anak nggak mainan tok di rumah? Biar anak ada kesibukan?
Nyatanya, ada beberapa orangtua yang justru kewalahan kalau anaknya dikasih
tugas. Mereka jadi uring-uringan sendiri ngadepin anaknya.
Akhirnya pembelajaran online yang belum maksimal ini, belum
apa-apa udah ditambahin protes dari orangtua yang bilangnya kalau ngasih tugas
jangan banyak-banyak. Ya saya juga memahami sebenarnya kalau orangtua di rumah
juga kerjaannya (mungkin) banyak. Anaknya nggak cuma satu, anaknya bisa aja
rewel, kerjaan rumah juga udah numpuk. Tapi saya dilema juga kalau nggak ngasih
tugas, nanti anak-anak di rumah cuma santai saja gegoleran tiap hari jadi lupa
sama alasan sebenarnya mereka hidup buat apa.
Kadang saya kasian juga sama orangtua siswa yang malem baru
sampai rumah habis maghrib dan mereka masih berusaha buat mendampingi anaknya
mengerjakan tugas. Bahkan ada teman guru yang cerita kalau ada orangtua siswa yang
sms belum bisa ngirim tugas karena belum ada kuota.
Jujur aja, saya sedihnya liburan yang terlalu lama ini jadi
bikin saya nggak ketemu sama anak-anak. Lebih sedihnya lagi, kemungkinan besar
begitu berangkat sekolah nanti, saya harus melepas anak-anak naik kelas bertemu
dengan wali kelas baru. Nggak nyangka banget, pertemuan terakhir setelah UTS
kemarin bisa jadi itu adalah yang terakhir bersama mereka di kelas tiga tahun
ini.
11 Komentar
emang edan ya virus ini, bikin semuanya kewalahan. sebelumnya saya juga nggak setuju sama guru yang ngasih tugas setiap hari. tapi setelah membaca tulisan mas, aku jadi dilema. jadi guru nggak mudah juga ya seperti kata orang yang cuma bisa ngasih tugas terus menerus. padahal guru juga memikirkan anak didik mereka apa sudah mendapatkan pengetahuan yang sepadan. semangat buat mas. semoga virus covid ini cepat berlalu
BalasHapus
HapusThat virus destroys everything within a week or months. Apart from COVID health issues, the disturbing thing was teachers were constantly assigning projects to students and it was so hard to manage and write when you did not study online at all. Fortunately, at that time, online platforms like Dubai Assignment Writing Services step out to help those students and assist them 24/7 to complete their burden of assignments.
wah pak guru hehe. berdoa smoga pandemi ini segera berlalu mas.. lumayan repott
BalasHapusWahhh memang agak mereportkan sekali ya terjadi pandemi seperti ini, awalnya memang terlihat menyenangkan sekali, namun akhir akhir raasanya jenuh sekali.. Seperti ingin sekolah seperti biasanya saja..
BalasHapusSaya paham stresnya jadi guru, pasti harus terus-terusan memikirkan apakah anak didik sudah mendapatkan ilmu yang sesuai untuk level kelasnya ~ dan kadang, kalau dari cerita-cerita yang pernah baca di lini masa, banyak guru yang merasa kerja jadi 24 jam lamanya karena nggak ada jam kerja yang jelas. Kadang ada orang tua murid baru kirim tugas diwaktu malam, ada juga yang kirim tugas besokannya, dan itu cukup menguras tenaga :")
BalasHapusHowever, dari sisi orang tua pun sebenarnya susah. Saat disiang hari pusing memikirkan pekerjaan, kadang di malam hari masih harus memikirkan tugas anak. Belum lagi kalau ternyata orang tuanya WFH juga. Di mana ternyata bawa pekerjaan kantor ke rumah itu justru lebih melelahkan daripada dikerjakan langsung di kantornya. Jadi double deh stres yang didapat :\
Semoga Corona cepat hilang dan semua kembali ke-sedia kala. Semangat untuk mas Edot dan para guru juga orang tua murid semuanya, keep strong, this too shall pass :)
Wah ternyata mas Edotz masih aktif nulis 😂
BalasHapusAku gak bisa bayangin gimana anak-anak dan guru SD belajar online. Maksudnya, pasti kan anak-anak perlu dampingan orang tua. Dan apakah hanya cukup dengan pemberitahuan ke orang tua bahwa mereka harus mendampingi anaknya? Mungkin ada beberapa orang yang belum siap dan malah sangat terbebani.
Tulisan ini jadi ngingetin ibukku yang juga guru SD :')
Sejauh ini, aku selalu ingat sudah berapa lama diem di rumah, seminggu, dua minggu, tiga minggu, atau sudah sebulan. Soalnya harus ngerjain kerjaan rumah juga, jadi akan selalu ingat oo iya minggu lalu cuci seprai, oo iya minggu ini belom nyetrika, oo iya deadline kerjaan berapa hari lagi wkwkwkwk.
BalasHapusSelamat mengemban tugas secara online pak guru~
Ternyata Bang Edotz telah kembali update blog, yeay, semangad pak guru
BalasHapusGa kebayang betapa riweuhnya ya gegara virus covid 19 ini. Semua lini ikut disusahkan hiks hiks
Gurunya mumet, siswanya mumet, orang tua murid pun ikutan mumet, jadilah kepyur berjamaah...
Etapi aku yang ibu rumah tangga aja ga seperti pak guru edotz pun sampe lali dina alias lupa tanggalan haha, kayaknya karena ritmenya begitu2 terus sampai hapal, ga taunya uda weekend, cepet bgt serasa harinya kyk lari
Bahkan selain pendidikan yang jadi serba dilema karena sistim online yang menuai beberapa masalah baru, yang lain pun sama sama masih belum ada kejelasan kayak liga liga sepakbola internesyenel.
Halo Pak Guru Gauls... apa kabar hehe
BalasHapusDilihat dari berbagai sudut pandang memang virus ini buat semuanya kewalahan. Selalu ada dilema dan pusing ujung-ujungnya. Semoga cepat mereda wabah ini, kalau memang bisa hilang sepenuhnya juga aamiin.
BalasHapusEveryone is familiar with the IT field and many peoples taking interest in it and other things IT has a very vast field many new things can be updated on a daily bases like development and designing. If we talk about entertainment first site that comes in our mind is 123movies site 2020 mostly peoples liked that.
BalasHapus